Jambi (WARTANEWS.CO) – Lembaga Adat Rumpun Melayu (LARM) SE-SUMATERA merespon tegas terkait tentang tragedi Relokasi Masyarakat Melayu Pulau Rempang dan Pulau Galang Provinsi Kepulauan Riau. Hal itu tertuang pada Maklumat yang dikeluarkan dengan nomor 001/LAMR Se-Sumatera/IX/2023.
Ketua LARM se-Sumatera, Hasan Basri Agus (HBA) menyatakan, pihaknya ikut memperhatikan kondisi apa yang terjadi di Rempang. Hal itu ia sampaikan pada Sabtu (16/09) sore. Bertempat di LAM Provinsi Jambi.
Ia menuturkan, Lembaga Adat Rumpun Melayu (LARM) se-Sumatera mendukung maklumat yang telah disampaikan LAM Kepulauan Riau dan LAM Riau, terkait kejadian yang menimpa masyarakat di Pulau Rempang Pulau Galang Provinsi Kepulauan Riau, sesuai seloko adat Melayu “tudung menudung bak daun sirih, jahit-menjahit bak daun petal”.
Kemudian Lembaga Adat Rumpun Melayu (LARM) se-Sumatera, mendukung sepenuhnya program pemerintah untuk pembangunan di segala bidang aik di pusat maupun di daerah, dengan mengedepankan azas keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat tempatan, serta menghargai nilai-nilai kearifan lokal, sesuai seloko adat Melayu “ibarat menarik rambut di dalam tepung, rambut dak putus, tepung dak tumpah”.
Lebih Lanjut, Lembaga Adat Rumpun Melayu (LARM) se-Sumatera, mengutuk keras tindakan refresif, intimidasi dan kekerasan yang dilakukan terhadap masyarakat Pulau Rempang dan Pulau Galang yang telah terjadi, sehingga masyarakat mengalami cedera, trauma dan kerugian materi, sesuai seloko adat Melayu “Jangan menghukum bak belah buluh, satu dipijak, satu diangkat”.
Lembaga Adat Rumpun Melayu (LARM) se-Sumatera, meminta pembebasan seluruh warga masyarakat yang ditahan akibat peristiwa yang terjadi, dan memberikan bantuan pengobatan terhadap warga masyarakat yang mengalami cidera, sesuai seloko adat Melayu, “luko dipampas, mati dibangun, lebam balu ditepung tawar”.
Lembaga Adat Rumpun Melayu (LARM) se-Sumatera, mendesak Presiden RI, Kapolri, Panglima TNI, DPR RI, DPD RI, Gubernur Kepri, DPRD Kepri, Kapolda Kepri, DPRD Kota Batam, Walikota Batam, Badan Pengelola Batam dan semua stakeholder terkait, menghentikan segala tindakan kekerasan, sesuai seloko adat Melayu, “pemimpin itu ibarat kayu gedang di tengah negeri, tinggi batang tempat bersandar, rimbun daun tempat berteduh”.
Lembaga Adat Rumpun Melayu (LARM) se-Sumatera, mendesak pemerintah membangun dialog dan membuat kesepakatan dengan masyarakat Melayu di Pulau Rempang dan Pulau Galang, terkait rencana investasi dengan tidak merugikan masyarakat Pulau Rempang dan Pulau Galang, sesuai seloko adat Melayu, “perlu segera sisik siang, keruh air, tinjau kehulu, senak air tinjau ke muaro”.
Di mana, relokasi warga Rempang, Batam, Kepulauan Riau, dilakukan pemerintah demi proyek strategis nasional (PSN) Eco City.
LARM Jambi berkesimpulan kejadian ini harus segera dihentikan. Karena akan merusak tatanan kehidupan bermasyarakat terutama masyarakat yang perlu dilindungi hak-hak mereka.
Sebelumnya diberitakan, konflik di Rempang, Kepulauan Riau bermula dari adanya rencana relokasi warga demi mengembangkan investasi di Pulau Rempang menjadi kawasan industri, perdagangan dan wisata yang terintegrasi.
Proyek yang dikerjakan oleh PT Makmur Elok Graha (MEG) ditargetkan bisa menarik investasi besar yang akan menggunakan lahan seluas seluas 7.572 hektare atau sekitar 45,89 persen dari total luas Pulau Rempang 16.500 hektare.
Demi PSN Eco City itu, maka Warga yang mendiami di Pulau Rempang, Pulau Galang, dan Pulau Galang Baru tersebut harus direlokasi ke lahan yang sudah disiapkan.
Jumlah warga tersebut diperkirakan antara 7.000 sampai 10.000 jiwa.
Bentrok pun pecah antara aparat dengan warga pada 7 September lalu.
Aparat gabungan disebut memasuki wilayah perkampungan warga.
Sementara warga memilih bertahan dan menolak pemasangan patok lahan sebagai langkah untuk merelokasi.
Tak berhenti di sana, kerusuhan kembali terjadi pada 11 September lalu.
Saat ribuan warga menggeruduk kantor BP Batam, Kota Batam untuk menolak rencana relokasi dan meminta tujuh massa aksi warga dibebaskan.
Semula polisi mengamankan 7 orang yang dianggap provokator namun kemudian ditangguhkan penahanannya.
Belakang usai bentrok kembali pecah di kantor BP Batam, polisi menetapkan 34 tersangka lagi.
Mabes Polri juga mengaku telah mengirimkan personel tambahan ke wilayah Rempang, Batam, buntut kericuhan yang sempat terjadi di depan Kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam, Senin (11/9) kemarin.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan pengerahan 4 Satuan Setingkat Kompi (SSK) atau setara 400 personel dilakukan dalam rangka pengamanan mediasi dan dialog terkait proses relokasi dari Rempang.
“Tentunya kekuatan personel saat ini terus kita tambah ada kurang lebih 4 SSK sampai hari ini yang kita tambahkan dan ini akan terus kita tambah disesuaikan dengan eskalasi ancaman yang terjadi,” kata Sigit kepada wartawan, Kamis (14/9). (*)