JAMBI – Pelaksana Tugas (PLT) Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jambi, Ir Putri Liesdiyanthi, melalui Kepala Bidang Pengembangan dan Penyuluhan Perkebunan Panca Pria,SP mengatakan, pemerintah daerah Provinsi Jambi fokus memberdayakan petani kelapa sawit swadaya melalui sistem sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) agar pasar hasil kebun kelapa sawit mereka diterima dunia internasional.
“Petani swadaya mesti bersertifikasi ISPO. Bila tidak, hasil kebun sawit para petani tersebut tidak dapat bersaing di pasar internasional. ISPO untuk petani swadaya ini, sifatnya adalah Polandry, atau sukarela. Tapi, kita tetap memberikan pemahaman kepada petani,” ujarnya.
Saat ini hasil buah kelapa sawit di pasar internasional, khususnya di Eropa sejak 2015 telah memberlakukan persyaratan sertifikasi ISPO. Hanya perusahaan besar kelapa sawit saja, yang mampu menembus pasar di Eropa.
Sementara kelapa sawit hasil petani swadaya dalam negeri termasuk di Provinsi Jambi, justru belum mampu menembus pasar Eropa ketika dipersyaratkan dengan kebijakan Eropa. Akan tetapi, kata Panca, pasar China dan India masih memberikan harapan kepada petani swadaya tersebut.
“Masih ada peluang untuk menembus ke Pasar Eropa, melalui sistem sertifikasi ISPO kepada petani swadaya ini. Di Asia, terutama China dan India masih memberikan peluang untuk pembelian hasil kelapa sawit dari petani (swadaya) kita. Namun apabila memang dipersyarakatkan sama dengan kebijakan Eropa nantinya. Maka kita sudah siap membantu petani swadaya tersebut,” tegasnya.
Sesuai ketentuan Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor:11/Permentan/OT.140/3/2015 Tentang Sistem Sertifikasi Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (Indonesian Sustainable Palm Oil Certification System/ISPO), ada enam kategori pembangunan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan di seluruh Indonesia, termasuk di Provinsi Jambi.
6 kategori sistem sertifikasi ISPO yang dimaksud Panca tersebut, masing-masing; ISPO untuk perusahaan yang terintegrasi antara pabrik dan kebun. ISPO untuk kebun saja. ISPO untuk pabrik saja. ISPO untuk kebun plasma. ISPO untuk petani swadaya, dan ISPO untuk industri tanaman dari kebun sawit.
“ISPO Untuk petani swadaya inilah, yang kita fokuskan di tahun (2017) ini. Gubernur Jambi Zumi Zola Zulkifli,STP,MA, telah membuat proyek rintisan agar petani swadaya tidak tertinggal oleh perusahaan dalam memperoleh sertifikasi ISPO,” ungkapnya.
Lokasi proyek rintisan untuk ISPO petani swadaya kali ini, dipusatkan di daerah Terusan, Kabupaten Batang Hari seluas 150 hektar. “Ini menjadi tolak ukur nasional, dan pertama kalinya dilaksanakan di Indonesia,” sebutnya.
Lanjut Panca menambahkan, petani swadaya harus berkelompok yakni membentuk kelompok tani, tergabung di dalam wadah koperasi, serta memiliki Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB) yang dikeluarkan oleh Bupati sebagai kepala daerah.
Kemudian petani swadaya tersebut, mesti memiliki Surat Pamantauan dan Pengelolaan Lingkungan (SPPL), yang bertanggung jawab terhadap kelembagaan/berkelompok.
“Segala persyaratan tersebut harus dipenuhi. Di daerah, terutama kebijakan pemerintah kabupaten harus mendukungnya. Juga terhadap instansi terkait, yang membidangi urusan tentang masalah kelompok atau koperasi, STDB dan SPPL tersebut.
Dinas Badan Koordinasi Penyuluhan (Bakorluh) kabupaten, Dinas Koperasi pemerintah kabupaten, Dinas Perkebunan dan Badan Lingkungan Hidup (BLH) pemerintah kebupaten harus bersinergi, dan benar-benar berkerja sama merealisasikannya, untuk membantu persyaratan petani swadaya dalam memperoleh sertifikasi ISPO,” demikian paparnya.
(wartanews.co/Afrizal)