Petani Desa Simpang Belui Terapkan Sistem TOT

KERINCI (WARTANEWS.CO) – Guna meningkatkan hasil pertanian sawah dengan dana yang lebih irit, kini petani di desa Simpang Belui, Kecamatan Depati Tujuh menerapkan sistem pertanian Tanpa Olah Tanah (TOT). Karena dengan menggunakan sistem TOT ini, para petani tidak perlu lagi untuk mengolah lahan Pertanian sawah mereka, yang harus mengeluarkan dana yang lebih besar didalam pengolahan lahan pertanian.

Suzana (30) salah seorang petani Desa Simpang Belui, Kecamatan Depati Tujuh kepada wartanews, Sabtu (14/10) mengatakan, sejak beberapa tahun terakhir dia telah menerapkan sistem Tanpa Olah Tanah (TOT) setiap musim tanam per tiga bulan panen.

“Karena dengan menggunakan sistem TOT ini, lebih irit maklum lah kami petani ini kekurangan modal untuk mengolah lahan sawah, tetapi dengan menggunakan sistem TOT, dana pengolahan menjadi irit,” ungkap Suzana.

Dia mengatakan, “sistem TOT pada setiap Musim Tanam (MT) sangatlah sederhana, kita tidak perlu lagi untuk mengolah tanah seperti yang dilakukan banyak petani selama ini, dengan membajak. Mengolah tanah dengan menggunakan mesin bajak untuk satu piring ukuran 10×10, kita harus mengeluarkan dana Rp 600 ribu.”

“Kalau seperti saya, dengan lahan yang berjumlah 20 piring di dua tempat, saya harus mengeluarkan dana sebesar Rp 1.200.000, itu baru untuk membajak saja, belum lagi dana untuk pemupukan,” jelas Suzana.

Tetapi dengan menggunakan sistem TOT, cukup dengan melaksanakan penyemprotan dengan rondup, selama dua minggu sebelum menanam benih, karena dengan dirondup tunggul batang padi akan hancur dan langsung menjadi pupuk. “Jadi kita menanam padi bukan menunggu tunggul bekas panen pertama hancur, karena dia akan hancur sendiri sesuai dengan umur rondup yang sudah disemprot,” ujarnya.

Setelah dua minggu dirondup langsung ditanam disela-sela tunggul bekas panen. Keuntungan lain, dikatakannya selain dananya irit, pengairan yang kita butuhkan tidak terlalu merepotkan, karena begitu air datang, dia langsung membasahi tunggul padi bekas panen, sehingga pengairan akan bisa merata.

“Kalau bicara masalah hasil, ya biasa-biasa saja, sama juga dengan hasil sistem olah tanah dengan membajak, tetapi keuntungan kita pada pengolahan tanah tidak lagi mengeluarkan dana untuk membajak,” katanya.

Kepala Desa Simpang Belui, Anil Hampali ketika dikonfirmasi masalah warga petani di desanya menggunakan sistem TOT mengatakan, dengan sistem membajak memang agak sulit, tapi dengan sistem menggunakan mesin bajak lahan sawah menjadi tertata dengan baik, serta pengolahan lahannya dianggap sempurna.

“Ya, rata-ratalah sekitar 40 persen masyarakat petani menggunakan sistem TOT. Kita sudah anjurkan kepada masing-masing kelompok tani yang berjumlah 12 kelompok untuk menggunakan sistem TOT, disamping itu peran Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) sangat diharapkan untuk memberikan penyuluhan kepada petani,” ungkap Kepala Desa. (azmalfahdi)


Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *