Muaro Jambi (WARTANEWS.CO) – Terkait konflik lahan yang berujung dengan dugaan pengeroyokan dan penusukan, Selasa (15/6/2021) waktu lalu, Ketua Kelompok Tani Desa Tarikan Kecamatan Kumpeh Ulu Kabupaten Muaro Jambi melalui Jubir Syahidan Alfajri angkat bicara terkait .
Dimana sebelumnya, dugaan kasus pengeroyokan yang berujung penusukan terhadap Khairul (24), buruh sawit di Kawasan Desa Tarikan, Kecamatan Kumpeh, Kabupaten Muaro Jambi, berbuntut panjang. Korban yang sempat sekarat dan dirawat selama seminggu lebih di rumah sakit berharap pelaku secepatnya diamankan.
Kejadian pengeroyokan itu terjadi pada hari Selasa (15/6) malam, sekitar jam 23.40 WIB, tepatnya di depan Surau Dusun Sungai Belati, Desa Tarikan, Muaro Jambi. Kronologis kejadian, bermula saat adanya konflik lahan di Desa Tarikan antara Kelompok Petani Desa Tarikan dengan beberapa warga lainnya.
Awalnya salah satu dari warga desa bernama Amran, mendapat surat mandat untuk menggarap lahan sawit milik Asiyong. Lahan sawit Asiyong tersebut diperkirakan seluas 34 hektare, dan berada di luar dari tanah yang bersengketa dengan warga.
“Sebelumnya memang ada lahan sawit seluas kurang lebih 14 ribu hektare yang menjadi konflik, antara kelompok tani tersebut dengan pak Asiyong. Kemudian kami mendapat mandat dari Pak Asiyong untuk menggarap lahan yang berada di luar areal sengketa tersebut. Namun kami mendapat penolakan dari kelompok tani di sini,” kata Amran.
Puncaknya, karena tidak kunjung bertemu kata sepakat di antara keduanya, pada hari Selasa (15/6) malam tersebut keadaan memanas, kedua kelompok massa sudah saling berhadapan dengan kondisi emosi yang memanas.
Korban sendiri sebenarnya tidak ikut dalam konflik di antara kedua pihak ini, kemudian menjadi salah sasaran korban penusukan. “Pada kejadian malam itu, korban sebenarnya tidak ikut rombongan yang bersitegang. Namun saat ingin pulang ke rumahnya dia melihat banyak orang berkumpul di depan surau di Dusun Belati, saat itulah salah satu dari anggota kelompok tani tersebut melakukan pengeroyokan dan penusukan kepada korban,” jelasnya.
Khairul yang mencoba melarikan diri kemudian terjatuh, saat itulah pelaku langsung menusuk perut kiri korban dengan senjata tajam. Sementara pelaku lain memukul korban dari belakang. Akibat kejadian itu, korban dilarikan ke rumah sakit Erni Medika dan sempat sekarat karena kehabisan darah.
“Saya dirawat seminggu lebih, sempat sekarat saya. Usus saya dipotong 5 cm untuk perawatan, saya berharap pelaku secepatnya diamankan,” harap Khairul.
Dari itu pihak dari Kelompok Tani Tarikan Kecamatan Kumpeh Ulu melalui Jubir Syahidan Alfajri membeberkan, bahwa mereka dengan jumlah anggota kelompok Tani Desa Tarikan itu sebanyak 201 orang anggota dan keseluruhannya merupakan warga Desa Tarikan Kecamatan Kumpeh Ulu Kabupaten Muaro Jambi.
Dia menjelaskan, pada tahun 1992 dan 1997 Badan Pertanahan Nasional (BPN) melalui program Land Reform menerbitkan Surat Keputusan (SK) Kepala BPN nomor 358-VI-1992 dan 13-VI-1997 tentang pengesahan tanah negara sebagai objek Land Reform seluas kurang lebih 480,95 Ha dan 496.50 ha.
“Total 977,45 di Desa Tarikan Kecamatan Jambi Luar Kota Kabupaten Batanghari yang pada saat ini berada di Desa Tarikan Kecamatan Kumpeh Ulu Kabupaten Muaro Jambi,” kata kepada awak media, di kawasan Kota Baru Kota Jambi, Kamis (7/7/2021).
Objek Land Reform (Pendistribusian tanah) sebagai dimaksud dalam SK Kepala BPN 15 Desember 1992 dan nomor 13-VI-1997, tanggal 23 Januari 1997 diperuntukkan atau diberikan kepada kelompok Tani Tarikan yang merupakan warga Desa Tarikan Kecamatan Kumpeh Ulu Kabupaten Muaro Jambi.
“Tanah negara sebagai objek Land Reform yang seharusnya didistribusikan kepada masyarakat petani Desa Tarikan, malah dikuasai oleh S alias AKT, AA, YI yang mengubah tanah negara sebagai objek Land Reform (Tol) menjadi kebun sawit,” ujarnya.
Setelah bertahun-tahun mereka meminta penyelesaian ke pihak terkait, sampai saat ini pun tidak ada penyelesaian. “Setelah tanah negara sebagai objek Land Reform (Tol) dapat dikuasai oleh kelompok tani Desa Tarikan kami dihadapkan dengan tekanan yang sangat tinggi, dari mulai berhadapan dengan preman yang dibayar oleh S alias AKT, AA, YI yang didatangkan YI dan kami petani tidak bisa berbuat apa-apa,” keluhnya.
Kemudian Syahdan juga membeberkan, bahwa persoalan ini tidak cukup dengan upaya-upaya yang telah dilakukan sebagaimana yang dijelaskan diatas pada tanggal 15 Juni 2021, 10 orang inisial S, H, A, P, A, A , F K, A, M melakukan penyerangan dengan membawa Senjata Tajam (Sajam) seperti golok, pisau dan Senjata Api (Senpi).
“Yang pada intinya ke 10 orang tersebut mengaku mendapat mandat atau perintah dari YI alias Asiong untuk merebut tanah objek Land Reform yang saat ini masih bersengketa di Pengadilan dengan nomor 12/Pdt.g/2020/Pn.Snt yang saat ini masih diproses di Mahkamah Agung (MA) RI,” bebernya.
Bahwa dari kejadian tersebut terdapat korban di pihak kami yang bernama Lukman Bin Tayeb yang perkaranya sedang ditangani di Polres Muaro Jambi dengan LP/B-/17/VI/2021/SPK/POLSEK KUMPEH ULU, 16 Juni 2021 dan LP/B 18/VI/2021/SPJ/POLSEK KUMPEH ULU/POLRES MUARO JAMBI 16 Juni 2021, tidak satupun ditangkap, perkara tersebut masih jalan ditempat.
“Demi merebut tanah negara sebagai objek Land Reform (Tol) para pihak lawan yang bersengketa selalu menebar teror terhadap kelompok kami petani, yang saat ini akan melakukan kriminalisasi menggunakan pasal 170 KHUPidana, sementara kita mau melaporkan hal yang sama terkait pasal 170 KHUPidana sudah datang ke Polsek Kumpeh Ulu diarahkan ke Polres,” tambahnya.
“Setelah kami ke Polres tidak ditanggapi, sementara pihak yang YI alias Asiong yang melapor dengan laporan yang melapor dengan laporan H, A, K, M, di Polda Jambi langsung ditanggapi,?” tuturnya dengan tanda tanya.
Menurut Jubir, upaya tersebut dilakukan sama sekali tidak sejalan dengan penanganan perkara Tindak Pidana Umum yang objeknya berupa tanah Surat Edaran (SE) Kejaksaan Agung (Kejagung) Republik Indonesia Nomor :B-230/E/Ejp/01/2013 guna dapat mengkriminalisasi petani.
“Kami yang diteror dan diserang malah kami yang akan di kriminalisasi menggunakan laporan pasal 170 KUHPidana, selama ini kami ditekan secara terus-menerus agar meninggalkan tanah negara sebagai objek Land Reform. Dari persoalan kami di atas sudah terdaftar di Pengadilan Negeri Sengeti dengan nomor register 12/Pdt.g/2020/Pn.Snt yang seharusnya tidak begitu saja dieksekusi,” terangnya.
“Dari persoalan di atas, kami meminta bantuan kepada bapak Kapolri agar mendengarkan kesulitan yang kami hadapi dari berbagai tekanan yang kami hadapi,” harapnya.(afm)