Gabungan Massa Pekerja Buruh Desak Dewan Cabut RUU Cipta Kerja

JAMBI (WARTANEWS.CO) – Gabungan Massa Pekerja Buruh Provinsi Jambi menyatakan aksinya di depan Gedung Dewan Aliansi Serikat Pekerja/Serikat Buruh Provinsi Jambi KSBSI Jambi, FSPPP, KSPSI Jambi, FSPTI, KSPSI Jambi menyatakan sikap ‘Keluarkan Kluster Ketenagakerjaan dari RUU Cipta Karya’, Kamis (13/08/2020).

Disamping itu, massa aksi meminta agar pemerintah daerah juga segera memberlakukan upah minimum sektoral dan mencopot pejabat yang tidak pro terhadap masyarakat khususnya pekerja/buruh.

Untuk diketahui pasal-pasal yang diusulkan dalam RUU Cipta Karya sangat berpotensi mendiskreditkan hak-hak pekerja yang sebelumnya telah diatur dalam UU NO 13 Tahun 2003 tahun 2003 seperti :

  1. Memperluas kesempatan bagi tenaga kerja asing untuk bekerja di Indonesia.
  2. Memberikan kesempatan kepada pengusaha untuk membuat perjanjian kerja dalam hal ini perjanjian kerja waktu tertentu atau kontrak tanpa batasan waktu.
  3. Bahwa pekerja alih daya tidak punya hubungan hukum lagi dengan pengusaha pemberi pekerjaan.
  4. Upah minimum hanya didasarkan pada PET Tanpa perlu lagi memperhatikan komponen hidup layak.
  5. Upah minimum yang digunakan hanyalah upah minimum provinsi (upah minimum kabupaten kota/sektor dihapuskan).
  6. Gubernur yang tidak menetapkan upah minimum hanya dikenakan sanksi karena tidak menetapkan upah minimum yang berlaku adalah upah minimum tahun sebelumnya.
  7. Terkait cuti panjang dalam RUU Cipta kerja bukan lagi sesuatu yang wajib karena diganti dengan kata “DAPAT” apabila diperjanjikan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
  8. Dihapuskan cuti haid dan cuti lainnya kecuali hak cuti tahunan.
  9. RUU Cipta Kerja memberikan ruang bagi pengusaha dalam memperkerjakan pekerja/buruh dengan upah per jam.
  10. Bahwa penghargaan masa kerja yang diterima nilainya menurun, yang mana dulu maksimal 10 bulan upah dalam RUU Cipta Kerja menjadi 8 bulan upah.
  11. Dalam hal terjadi PHK pengusaha tidak wajib lagi membayarkan uang pengganti hak kecuali diperjanjikan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
  12. Dihapuskan pasal 161-pasal 172 maka kompensasi PHK terhadap jenis-jenis PHK tidak ada pembedaan lagi dimana untuk kompensasi PHK karena merger, efisiensi, pensiun dan meninggal dunia dalam UU No 13 tahun 2003 dibayar 2 (dua) kali pesangon.

Tidak berselang lama, peserta aksi diterima langsung ketua DPRD Provinsi Jambi Edi Purwanto menyampaikan aspirasi mewakili aspirasi pekerja yang ada di Provinsi Jambi, tidak ada alasan bagi wakil rakyat yang ada di gedung dewan untuk menyampaikan aspirasi dari pekerja buruh yang ada di Provinsi Jambi untuk disampaikan ke pusat.

Usai menggelar aksi Korwil KSBSI Roida Pane mengatakan, dari awal menolak karena di dalam OMNIBUSLAW ini ada cluster ketenaga kerja yang draft-nya murni dibuat oleh DPR RI bukan dari kementerian tenaga kerja.

Karena UU banyak mendekradasi hak-hak pekerja buruh, sedangkan UU Nomor 13 tahun 2003 belum sesungguhnya dilaksanakan oleh pengusaha dan pemerintah RI ini gagasan ini sejak akhir 2019.

“Harapan kita untuk DPRD Provinsi Jambi untuk segera mendesak DPR RI agar kluster ketenaga kerjaan tersebut dikeluarkan dari Undang-undang tersebut,” tegasnya.

Sementara itu Kabid Wasnaker Provinsi Jambi Dedi Ardiansyah yang turut hadir dalam aksi buruh tersebut menambahkan, tidak ada domain untuk menyikapi hal tersebut.

Namun dalam hal ini pemerintah daerah baik itu eksekutif maupun legislatif berkewajiban untuk menyampaikan seluruh aspirasi-aspirasi dari serikat pekerja buruh yang ada di Provinsi Jambi, baik itu disampaikan melalui Menteri Ketenagakerjaan maupun DPR RI pusat. (cbf)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *