JAMBI (WARTANEWS.CO) – Walikota Jambi SY Fasha minta agar 17 kios pasar Malioboro milik Pemerintah tersebut sikosongkan namun hingga kini masih menjadi polemik, dan pedagang masih bersikeras dak mau mengosongkan kios.
Menurut Fasha, ada dua hal yang menjadi masalah di pasar Malioboro itu yaitu ada tindak pidana umum dan tindak pidana korupsi, untuk menyelesaikan kasus itu maka saya minta kepada para pedagang yang berjualan di kios itu agar mengosongkan kiosnya, bagaimana pemerintah akan menyelesaikan masalah ini jika pedagangnya tidak mau mengosongkan kiosnya.
“Saya berjanji jika permasalahan ini telah selesai maka pemerintah akan mengembalikan pada pedagang yang lama,” ujar Fasha, Rabu (19/9).
Padahal Pemerintah kota Jambi melalui dinas perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Jambi telah menyurati pedagang untuk Mengosongkan kios tersebut. Bahkan surat peringatan sudah dua kali dilayangkan oleh Disperindag Kota Jambi.
Arfandi seorang pedagang di kios Nomor 4 Pasar Malioboro membenarkan bahwa dirinya sudah menerima surat tersebut sebanyak dua kali. Namun dirinya belum mengetahui apa tujuan Pemerintah untuk mengosongkan kios tersebut.
Menurutnya ia merupakan tangan ketiga dari sistem penyewaan yang dilakukan oleh pemilik kios. Bahkan Arfandi tidak mengetahui bahwa kios yang disewanya milik pemerintah.
“Kami juga tidak tahu kalau kios yang kami sewa ini milik Pemerintah, tapi selama ini kami sewa dengan pihak swasta. Kami sangat kaget ketika ada informasi dari kios yang kami sewa ini ada kerugian negara yang mencapai 520 Juta,” katanya.
Dari pantauan, dari 17 ruko tersebut ada yang sudah kosong dan ada juga yang masih berisi dengan berbagai barang dagang. Seperti asesoris, pakaian, sepatu dan lainnya.
Kata Arfandi sebelum dibangun kios, kawasan tersebut merupakan Tanah kosong. Selanjutnya ada pihak kedua yang bekerjasama dengan pemerintah Kota Jambi kala itu untuk membangun Kios di atas lahan tersebut dengan perjanjian selama 5 tahun.
“Kios kios ini mulai dibangun sejak tahun 2008, dan seharusnya tahun 2013 itu sudah diserahkan ke pemerintah,” katanya.
Selama tahun 2013 hingga tahun 2018 pihaknya tidak mengetahui ternyata kios-kios tersebut telah dijual belikan kepada orang ketiga. “Masih dipermainkan pihak tertentu, bukan dari pedagang,” katanya.
Beberapa pedagang ada yang menyewa kios atas nama Rumah Suseno dan Wijaya. Dirinya mengaku menyewa kios tersebut senilai Rp30 juta pertahun. “Kalau saya sewanya 30 juta pertahun, tentu setiap pedagang berbeda-beda,” katanya.
Dirinya juga mengaku telah diberi surat peringatan kedua oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Jambi, untuk segera mengosongkan kios tersebut. Namun para pedagang enggan untuk mengosongkan kios tersebut sebab pihaknya sudah membayar sewa.
“Kalau dikosongkan tidak mungkin, kami butuh makan, dan sesuai hasil rapat kami dengan DPRD Kota Jambi, bahwa Disperindag tidak boleh mengambil kebijakan tanpa ada rekomendasi dari DPRD,” ujarnya.
Sementara pedagang lainnya ibu Asnidar mengatakan bahwa pihaknya menyewa kios nomor 14 atas nama Wijaya. Selain itu pihaknya juga membayar retribusi sebesar Rp11.000 setiap harinya.
“Setiap hari retribusi itu saya yang bayar atas nama Wijaya,” katanya.
Dirinya berharap permasalahan ini dapat segera diselesaikan tanpa merugikan pedagang. Menurutnya segala transaksi sewa-menyewa kios ada bukti berupa kwitansi.
Menurut Kepala Disperindag kota Jambi Komari menyebutkan bahwa pihaknya sudah melaksanakan hearing dengan DPRD dan pedagang selama dua kali. Dari hasil Hearing tersebut disepakati bahwa Dewan meminta agar kios tersebut jangan dikosongkan dulu.
“Alasannya karena pedagang yang tidak mengerti apa-apa dalam persoalan ini,” kata Komari.
Namun hingga kini rekomendasi dari DPRD kota Jambi belum sampai ke Disperindag kota Jambi. Sehingga pihaknya masih melayangkan surat peringatan pengosongan kios tersebut kepada pedagang.
“Kalau memang minta jangan dikosongkan dulu, kami minta surat rekomendasi agar diusulkan dengan walikota jambi, tapi sampai saat ini suratnya belum ada,” katanya.
Menurutnya tujuan pengosongan kios tersebut karena aset Pemerintah kota Jambi ini bermasalah. Bahkan hingga ada proses jual beli dan sewa menyewa yang uangnya tidak masuk ke kas daerah. “Sehingga dengan pengosongan kita bisa tau titik temu masalahnya,” Katanya.
Bahkan jika belum memiliki titik temu maka pihaknya akan segera melaporkan kepada pihak yang berwajib. “Kalau memang rumit nanti biar pihak kepolisian yang mengusut,” katanya. (ca)









