JAMBI (WARTANEWS.CO) – Kegiatan Pelatihan Jurnalistik dan Kehumasan Tahun 2018, sekaligus penyelenggaraan Uji Kompetensi Wartawan (UKW) Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Jambi, 12-15 April 2018 di Hotel Grand Abadi Jambi, Pasar, Kota Jambi, dihadiri anggota Dewan Pers, Hendry Chairudin Bangun, yang juga Sekretaris Jenderal PWI Pusat.
Kehadiran Sekretaris Jenderal PWI Pusat ke Kota Jambi, Jum’at (13/04/2018) itu, dalam rangka memberikan materi “Hukum dan Aturan Dewan Pers Terkait Media Massa” dihadapan puluhan peserta wartawan media massa dari berbagai perusahaan penerbitan pers lokal dan nasional yang ada di Provinsi Jambi, baik jurnalis dan wartawan media massa cetak dan media elektronik radio dan televisi, serta media online.
Hendry Chairudin Bangun mengatakan Dewan Pers banyak sekali menerima pengaduan masyarakat. Tahun 2016, sebutnya, ada 607 kasus surat pengaduan masyarakat yang diterima Dewan Pers.
Dalam fungsinya, kata dia, untuk menentukan dan mengawasi pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus pemberitaan sesuai ketentuan diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers, yakni Pasal 15 Ayat (2), butir d dan c, maka Dewan Pers melayani pengaduan masyarakat.
“Ada kenaikkan, dari 550 kasus pada tahun 2015, dan 540 kasus pada tahun 2014. Sampai dengan 18 Desember 2017 lalu, tercatat 689 kasus diadukan ke Dewan Pers, atau sekitar 12 persen, dan juga masih ada yang belum terselesaikan sampai sekarang,” ungkapnya.
Adapun model penyelesaian yang dilakukan Dewan Pers terkait pengaduan masyarakat selama ini, jelasnya, yakni membuat Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR) yaitu sebuah putusan Dewan Pers, karena dua pihak tidak sepakat.
“Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR), bersifat mengikat dan wajib dilaksanakan. Menolak, maka terancam kena Pasal 18 dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers,” ujar Anggota Dewan Pers Ketua Komisi Pendidikan, Pelatihan dan Perkembangan Profesi ini.
Berikutnya model penyelesaian dengan Risalah, yaitu penyelesaian kesepakatan yang ditandatangani oleh kedua pihak yang bersengketa, yakni berupa Hak Jawab dan permintaan maaf.
Kemudian membuat Berita Acara (BA), yakni apabila tidak ditemukan ada pelanggaran maka selesai kesalahpahaman masing-masing pihak.
Selanjutnya model penyelesaian yang lain, masih ungkapnya, Dewan Pers membuat Surat bagi Teradu. “Sehingga memenuhi komplain (keluhan) Pengadu,” tegasnya.
Selama ini materi kasus yang sering dilaporkan ke Dewan Pers, kata Hendry, cukup banyak dan beragam. Pengaduan terbanyak yakni keberimbangan, uji informasi, menghakimi, mencampurkan opini dan fakta, juga akurasi dan independensi.
Berimbang disini, maksudnya, para pihak mendapat kesempatan setara, proporsional, memberi panggung pada orang yang disebut dalam berita.
Lanjut uji informasi terkait dengan cek dan ricek kebenaran info. Opini yang menghakimi juga disorotinya, menurutnya, pendapat pribadi penulis menyimpulkan tanpa fakta. “Kemudian akurasi salah fakta, dan independensi semata hanya untuk publik,” tuturnya.
Hendry Chairudin Bangun juga menyinggung soal kinerja wartawan di lapangan. Cara kerja wartawan dalam melakukan tugas jurnalistik, ungkapnya, mulai dari menggali informasi sampai menyiarkan berita, wartawan dituntut bekerja sesuai KEJ.
Menurutnya ada beberapa kata kunci dalam Kode Etik Jurnalistik (KEJ), yakni independen, berimbang, tidak beritikad buruk, faktual dan jelas sumbernya, menguji informasi, tidak menyebut nama korban susila dan pelaku kejahatan dibawah umur, tidak menyalahgunakan profesi, tidak berperasangka dan diskriminatif.
Menurut riset Dewan Pers pada 2011 lalu, paparnya, baru 41 persen wartawan yang membaca seluruh KEJ. Sedangkan 10 persen, belum baca sama sekali. Lalu 49 persen hanya baca sebagian.
“Dalam riset tahun 2013, tambahnya, ada sedikit kemajuan. Tapi tetap separuh wartawan aktif, justru belum menguasai Kode Etik Jurnalistik (KEJ),” ujarnya. (Afrizal)