MUARO JAMBI (WARTANEWS.CO) – Syarat pokok bagi pencalonan seorang Kepala Desa (Kades), yang akan segera dilaksanakan Pemerintah Kabupaten Muaro Jambi dalam Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) serentak se-Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2019 bahwa pihak Sekretariat Panitia Pilkades mencantumkan persyaratan pokok tentang wajib tes tertulis soal pengetahuan Adat Melayu Jambi kepada seluruh Bakal Calon (Balon) Kades yang akan bertarung di Pilkades serentak tahun ini, pelaksanaannya dijadwalkan 22-26 Agustus 2019 mendatang.
Tokoh Adat Melayu, juga Pengkaji Masalah Adat Melayu Jambi, M Nasir, SPd,MPd menyatakan seorang Balon Kades harus memahami hukum adat Melayu Jambi dan hukum Islam.
“Umumnya semua Kades di Kabupaten Muaro Jambi, dipanggil dengan sebutan Datuk. Arti sebutan ‘Datuk’ ini, Kades itu, Pemimpin Adat di desanya. Juga, Kades itu, orang yang Dituakan di desanya. Kades, atau Datuk itu, harus paham soal Hukum Adat Melayu Jambi sesuai dengan pedoman adat kita yang berlaku di daerah Jambi, yaitu Adat Bersendi Syara’. Juga dia, harus menguasai Hukum Islam. Saya mendukung sekali soal persyaratan kemampuan tes tertulis bagi seorang Balon Kades, dan mesti melibatkan para Tokoh Adat dan Pemuka Adat di desa setempat, untuk mengetahui sejauhmana pengetahuan dan kemampuan seorang Balon Kades tentang Adat Melayu Jambi dan Hukum Islam,” tuturnya kepada Wartanews belum lama ini.
Syarat mengenai sejauhmana kemampuan dan pemahaman bagi Balon Kades tentang pengetahuan Adat Melayu Jambi ini, menurutnya, menyangkut soal kompetensi dasar seorang Kades, dalam hal kemampuannya tentang bagaimana dia memimpin masyarakat di desanya, termasuk soal pengetahuan adat istiadat Melayu Jambi yang berlaku di desanya masing-masing. Karena tidak semua desa-desa di wilayah Kabupaten Muaro Jambi ini, sama semuanya tentang masalah Hukum Adat Melayu Jambi, dan adat istiadat yang berlaku di masyarakat.
“Maka syarat pokok bagi seorang Kades itu, dia harus benar-benar menguasai masalah hukum adat dan pengetahuan adat istiadat tentang Hukum Adat Melayu Jambi, dan juga memahami Hukum Islam, dan yang terpenting lagi dalam seleksinya nanti. Pihak panitia pemilihan kepala desa, harus benar-benar melibatkan Tokoh Adat independen dari Lembaga Adat Melayu (LAM) di tingkat Kecamatan,” demikian paparnya.
Ditegaskan M Nasir bahwa banyak hal harus dilakukan seorang Kades dalam menyelesaikan masalah Hukum Adat dan adat istiadat yang berlaku ditengah warganya, diantaranya kemampuan Kades soal pengetahuannya tentang adat pernikahan (adat istiadat pengantenan) di masyarakat. Contohnya adat istiadat dalam adat perkawinan Melayu Jambi dalam hal ‘anta belanjo’ dalam bentuk barang umum berlaku di masyarakat Jambi.
Apabila telah berkata janji untuk calon mempelai laki-laki bila dilanggarnya maka hukum adatnya tidak bisa diambil lagi, dan sah menjadi hak milik pihak keluarga mempelai perempuan. Begitu juga sebaliknya, apabila calon mempelai perempuan telah melanggar janji. Maka hukum adatnya, wajib kepada pihak keluarga mempelai perempuan untuk mengganti kerugian sebanyak dua kali lipat kepada pihak keluarga calon mempelai laki-laki.
Kemampuan Kades Mengatasi soal perselisihan dalam keluarga. Bentuk pelanggaran adat lainnya, yang mempunyai implikasi hukum pemenjaraan seperti tindak kriminal terjadi di dalam rumah tangga atau Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), tindak kriminal dalam hubungan antar keluarga dan kerabat sendiri, dan tindak kriminal bentuk pelanggaran adat lainnya.
“Sehingga diperlukan kemampuan seorang Kades untuk menyelesaikan soal perkara secara hukum adat, sesuai adat istiadat berlaku di desa setempat,” ujarnya.
Salah satu contoh bentuk pelanggaran adat mempunyai implikasi hukum yakni tindak kriminal perzinahan sehingga berujung pada pemenjaraan, justru sering terjadi di tengah masyarakat, misalnya kasus kawin lari, perselingkuhan, kasus ‘Kumpul Kebo’ dan sebagainya.
“Untuk kasus tindak perzinahan ini, seperti contoh, justru banyak sekali terjadi di masyarakat kita, seperti kasus kawin lari, perselingkuhan dan ‘kumpul kebo’ maka berlaku hukum adat yaitu adat ‘cuci kampung’ dan ‘dendo adat’. Untuk dendo adatnyo, yakni memberikan satu ekor kerbau, atau istilah adatnyo ‘bantai kerbau’,” jelasnya.
“Lalu pelanggaran hukum adat lainnya yaitu tidak semua tindak kriminal harus diselesaikan secara hukum di Kepolisian. Malahan itu, masih bisa diselesaikan secara adat oleh seorang Kades, seperti tindak kriminal pencurian di dalam rumah tangga, atau tindak kriminal dalam hubungan antar keluarga dan kerabatnya di dalam keluarga besar mereka sendiri. Justru hal ini, masih bisa diselesaikan secara adat oleh Kades melalui Keputusan Rapat Anggota Pemuka Adat Desa atas persetujuan seluruh masyarakat desa,” terang Nasir, Kepala Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 2 Muaro Jambi kepada media online ini. (Afrizal)