Pengelolaan Kepemilikan Dalam Kebijakan Islam

“Kepunyaan Allah-lah segala apa yang ada di langit dan di bumi.  Dan jika kamu melahirkan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatanmu itu.  Maka Allah mengampuni siapa yang dikehendaki….”(Qs. Al-Baqarah : 284).

Para Fuqaha mendefinisikan kepemilikan sebagai ” kewenangan atas sesuatu dan kewenangan untuk menggunakannya/memanfaatkannya sesuai dengan keinginannya, dan membuat orang lain tidak berhak atas benda tersebut kecuali dengan alasan syariah”.

Secara etimologi, Kepemilikan (al-milk) berasal dari bahasa Arab dari akar kata “malaka” yang artinya penguasaan terhadap sesuatu. Kepemilikan atau al-milk biasa juga disebut dengan hak milik atau milik saja. Para ahli fiqh mendefinisikan hak milik (al-milk) sebagai ”kekhususan seseorang terhadap harta yang diakui syari’ah, sehingga menjadikannya mempunyai kekuasaan khusus terhadap suatu harta tersebut, baik memanfaatkan dan atau mentasharrufkannya”. (Gustani:2017)

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA, yang artinya :

” Dari Abu Hurairah RA berkata: ada seorang laki-laki menghadap Rasulullah SAW, ia berkata : ya Rasulullah bagaimana pendapat kamu jika ada seorang laki-laki yang ingin merampas hartaku? Rasulullah menjawab : jangan kau berikan hartamu, ia berkata : bagaimana pendapat kamu jikalau ia ingin membunuhku? Rasulullah bersabda : bunuhlah dia, ia berkata : bagaimana pendapatmu jika dia telah membunuhku? Rasulullah bersabda : kamu mati syahid, ia berkata : bagaimana pendapatmu jikalau aku berhasil membunuhnya? Ia masuk neraka (HR Muslim).”

Hukum-hukum kepemilikan atau hal-hal yang bisa membuat kita berkuasa atas barang milik orang lain, diantaranya:

  1. Aqad,  yaitu hukum kekuasaan suatu barang akan pindah alih kepada kita (pihak kedua), jikalau sudah melakukan aqad kepada orang yang mempunyai kekuasaan atas barang tersebut (pihak pertama) dan pihak pertama menyetujuinya. Seperti contoh: aqad jual beli.
  2. Penggantian, yaitu suatu nadzar, atau bentuk ucapan yang di lontarkan dari pemilik barang (pihak pertama) kepada orang yang akan di berikan barang (pihak kedua). Seperti contoh kita memberikan barang kepada seseorang yang kita sayangi.
  3. Turunan dari seseorang atas sesuatu  yang dimilikinya, pengertian ini hampir mirip dengan pengertian yang kedua, yaitu suatu nadzar dari si pemilik barang (pihak pertama) kepada orang yang akan di berikan barang (pihak kedua) tapi nadzar ini di khususkan untuk orang yang mempunyai berhak atas barang dari pihak pertama. dalam pengertian ini seperti contoh : seorang ayah memberikan harta warisnya kepada anak-anaknya.

Dari pengertian dan hukum atas kepemilikan yang sudah di jelaskan diatas, sudah jelas bahwa memiliki atau memakai apa saja yang bukan haknya, atau milik orang lain maka itu tidak boleh, kecuali dengan seizin orang yang memilikinya, atau dengan cara akad, penggantian, dan turunan dari seseorang atas sesuatu yang dimilikinya(waris). (yulinda:2018)

Dalam hadist lain yang diriwayatkan oleh : Rafi’ bin Khadij RA  yang artinya : “Rasulallah bersabda: barang siapa menanam tanaman dilahan seorang kaum tanpa seizinnya, maka ia tidak berhak mendapatkan hasil tanamannya sedikitpun dan walaupun ia telah mengeluarkan modal (biaya) mengelolahnya (HR.Abu Daud).”

SEBAB-SEBAB TIMBULNYA KEPEMILIKAN DALAM ISLAM

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kepemilikan dalam syariah ada empat macam yaitu:

  1. Kepenguasaan terhadap barang-barang yang diperbolehkan;
    2. Akad
    3. Penggantian
    4. Turunan dari sesuatu yang dimiliki.

Kepemilikan yang sah menurut Islam adalah kepemilikan yang terlahir dari proses yang disahkan Islam dan menurut pandangan Fiqh Islam terjadi karena:

  1. Menjaga hak Umum
    2. Transaksi Pemindahan Hak
    3. Penggantian Posisi Pemilikan

Menurut Taqyudin an-Nabani dikatakan bahwa sebab-sebab kepemilikan seseorang atas suatu barang dapat diperoleh melalui suatu lima sebab, yaitu:

  1. Bekerja.
    2. Warisan.
    3. Kebutuhan akan harta untuk menyambung hidup.
    4. Harta pemberian Negara yang diberikan kepada rakyat.
    5. Harta yang diperoleh seseorang tanpa mengeluarkan harta atau tenaga apapun.

(Rakhmad:2018)

Islam dengan jelas mendudukkan konsep yang tepat tentang kepemilikan (al-milkiyyah). Kepemilikan (property) hakikatnya seluruhnya adalah milik Allah secara absolut. Allah-lah pemilik kepemilikan dan kekayaan. Allah SWT berfirman:

وَللهِ مُلْكُ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا

Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi serta apa saja yang ada di antara keduanya. (QS al-Maidah [5]: 17).

Kemudian Allah SWT memberikan wewenang kepada manusia untuk menguasai (istikhlaf) hak milik tersebut dan memberikan izin kepemilikan pada orang tertentu yang sifatnya real. Allah SWT berfirman:

وَءَاتُوهُمْ مِنْ مَالِ اللهِ الَّذِي ءَاتَاكُمْ

Berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu. (QS an-Nur [24]: 33).

Dalam Islam terdapat 3 (tiga) unsur-unsur kepemilikan, yaitu:

  1. Kepemilikan Individu (Private Property)

Kecenderungan pada kesenangan adalah fitrah manusia, Allah menghiasi pada diri manusia kecintaan terhadap wanita, anak-anak, dan harta benda. Sebagaimana Allah suratkan dalam Al Qur’an, “Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan disisi Allah-lah tempat kembali yang baik” (Q.S Ali Imran:14)

Dalam ayat diatas dengan sangat jelas Allah menjelaskan bahwa kecenderungan manusia terhadap kesenangan adalah fitrah manusia. Oleh karena itu, manusia terdorong untuk memperolehnya dan berusaha untuk mendapatkannya. Hal ini sudah menjadi suatu keharusan. Dari sinilah, maka usaha manusia untuk memperoleh kekayaan adalah suatu hal yang fitri, dan merupakan suatu yang pasti dan harus dilakukan.

Manusia diberikan kebebasan sebesar-besarnya dalam memperoleh kekayaan. Hanya saja, Syariat membatasi dalam hal cara memperolehnya. Syariat telah menentukan aturan-aturan dalam memperoleh kekayaan. Setiap orang mempunyai tingkat kemampuan dan kebutuhan yang berbeda-beda dalam memenuhi kebutuhannya. Apa bila manusia diberikan kebebasan cara memperolehnya, maka hanya akan ada segelintir orang yang memonopoli kekayaan, orang-orang yang lemah akan terhalang untuk memperolehnya, sementara orang-orang rakus yang akan menguasainya. Oleh karena itu, kepemilikan akan suatu barang harus ditentukan dengan mekanisme tertentu.

  1. Kepemilikan Umum (Public Property)

Kepemilikan umum adalah seluruh kekayaan yang telah ditetapkan kepemilikannya oleh Allah bagi kau muslim sehingga kekayaan tersebut menjadi milik bersama. Individu diperbolehkan mengambil manfaat dari kekayaan tersebut. Namun terlarang memilikinya secara pribadi. Ada tiga jenis kepemilikan umum, yaitu:

  • Fasilitas umum, yang diperlukan oleh seluruh warga negara untuk keperluan sehari-hari seperti air, saluran irigasi, pembangkit listrik, hutan, sumber energi, dan lain-lain.
  • Kekayaan yang asalnya terlarang bagi individu untuk memilikinya seperti jalan umum, laut, sungai, danau, teluk, selat, kanal, lapangan, masjid, dan lain-lain.
  • Barang tambang (sumber daya alam) yang jumlahnya melimpah, baik berbentuk padat (seperti emas atau besi), cair (seperti minyak bumi), atau gas (seperti gas alam).

Rasulullah saw bersabda:

اَلْمُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءُ فِي ثَلاَثٍ: فِي الْكَلأِ، وَالْمَاءِ وَالنَّارِ

Kaum Muslim sama-sama membutuhkan tiga perkara: padang, air dan api. (HR Abu Dawud dan Ibn Majah).

  1. Kepemilikan Negara (State Property)

Kepemilikan Negara adalah harta yang merupakan hak seluruh kaum muslim, sementara pengelolaannya menjadi wewenang Negara. Asy Syari’ telah menentukan harta-harta sebagai milik Negara; Negara berhak mengelolanya sesuai dengan pandangan dan ijtihad. Yang termasuk harta Negara adalah fai, Kharaj, Jizyah dan sebagainya. Sebab syariat tidak pernah menentukan sasaran dari harta yang dikelola. Perbedaan harta kepemilikan umum dan Negara adalah, harta kepemilikan umum pada dasarnya tidak dapat di berikan Negara kepada individu. Sedang harta kepemilikan Negara dapat di berikan kepada individu sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati.(Gustani:2017)

 

Sumber referensi:

https://www.kompasiana.com/androagil/5c1c83f66ddcae075366e1a2/konsep-harta-dan-kepemilikan-dalam-islam?page=1#

https://www.kompasiana.com/putriyulinda/5a90f211dd0fa857fc4067c2/hukum-kepemilikan-dalam-islam?page=all

https://gustani.blogspot.com/2011/07/konsep-kepemilikan-dalam-islam.html

https://www.muslimahnews.com/2018/02/22/kebijakan-islam-dalam-pengelolaan-kepemilikan-umum/

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *