JAMBI (WARTANEWS.CO) – Pemerintah Provinsi Jambi dalam hal ini Dinas Sosial, Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi Jambi pada 2018, melakukan tahapan penjajakan dan sosialisasi penanganan fakir miskin bagi calon Kelompok Penerima Manfaat (KPM) di wilayah kawasan pesisir di Provinsi Jambi, khususnya Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Kabupaten Tanjung Timur guna persiapan dan tahapan perencanaan yang akan dikembangkan pemerintah daerah (pemda) Provinsi Jambi pada 2019 mendatang.
Hal tersebut diungkap Kepala Dinas Sosial, Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pemerintah Provinsi Jambi, Arief Munandar,SE, melalui Kepala Bidang Penanganan Fakir Miskin pada Dinas Sosial, Kependudukan dan Pencatatan Sipil Provinsi Jambi, Drs Syamsuddin Pulungan kepada wartanews.co diruang kerjanya, Rabu (11/04/2018) di daerah Telanaipura, Kota Jambi.
“Saat ini, fokus penanganan fakir miskin di daerah pesisir Provinsi Jambi, mencakup dua daerah kabupaten yaitu Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Karena kedua daerah tersebut, adalah daerah pesisir yang ada di Provinsi Jambi.
Disana untuk penanganannya, perlu membentuk Kelompok Penerima Manfaat (KPM) terutama masyarakat fakir, masyarakat miskin dan masyarakat fakir miskin yang telah terdaftar dalam Basis Data Terpadu (BDT) Kementerian Sosial Republik Indonesia tahun 2015 sesuai dengan nama dan alamatnya, by name-by adress. Diluar itu tidak boleh,” jelasnya.
Ditegaskan penanganan fakir miskin di daerah kawasan pesisir Provinsi Jambi, yakni Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur diperuntukan bagi KPM yang sudah terdaftar dalam BDT Kementerian Sosial Tahun 2015 berdasarkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Nomor Induk Kependudukan (NIK) masing-masing.
“Pengertian fakir miskin, menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2011 Tentang Penanganan Fakir Miskin, dalam Pasal 1 Ayat (1) disebutkan yang dimaksud dengan Fakir Miskin adalah orang yang sama sekali tidak mempunyai sumber mata pencaharian dan/atau mempunyai sumber mata pencaharian tetapi tidak mempunyai kemampuan memenuhi kebutuhan dasar yang layak bagi kehidupan dirinya dan/atau keluarganya.
Sedangkan Pasal 1 Ayat (2) dalam dalam undang-undang ini, disebutkan Penanganan Fakir Miskin adalah upaya yang terarah, terpadu, dan berkelanjutan yang dilakukan Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat dalam bentuk kebijakan, program dan kegiatan pemberdayaan, pendampingan, serta fasilitasi untuk memenuhi kebutuhan dasar setiap warga negara,” paparnya.
Penanganan fakir miskin di wilayah pesisir, khususnya kelompok penerima manfaat (KPM) ini, kata Syamsuddin, wajib membuat proposal Kelompok Usaha Bersama (KUBE) kepada pemda untuk dilakukan telaah.
Kemudian dilakukan verifikasi data dilapangan untuk memastikan pengajuan proposal dari calon kelompok (KPM) tersebut, sudah sesuai atau tidak dengan data BDT Kementerian Sosial Tahun 2015 agar dapat menentukan sumber usaha mereka.
“Mereka membuat proposal KUBE, yang diajukan ke Dinas Sosial kabupaten setempat, dan tembusannya disampaikan ke Dinas Sosial, Kependudukan dan Pencataan Sipil Pemerintah Provinsi Jambi. Selanjutnya pemda provinsi menelaah proposal tersebut, untuk diajukan pada tahun berikutnya.
Tetap kita lakukan verifikasi dan validasi terhadap data KPM itu, yang telah terdaftar di dalam BDT Kementerian Sosial tahun 2015, sesuai atau tidak, by name-by adressnya. Sebelum pengajuan proposal, dalam penyusunan proposal KUBE oleh KPM tersebut, mereka terlebih dahulu didampingi Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK),” terangnya.
Adapun kelompok-kelompok usaha bersama di daerah pesisir ini, sebut dia, pada umumnya diberikan alat tangkap nelayan, peralatan pertukangan kayu bagi nelayan untuk pembuatan perahu, beternak ayam dan itik, dan lainnya.
“Pada prinsipnya alurnya adalah membuat proposal KUBE, yang disampaikan ke Dinas Sosial kabupaten. Lalu ditelaah ditingkat provinsi (Dinas Sosial, Kependudukan dan Pencatatan Sipil Pemerintah Provinsi Jambi). Telaah ini, kita lakukan verifikasi untuk memastikan by name-by adress. Sesuai atau tidak, dalam daftar BDT Kementerian Sosial Tahun 2015.
Kemudian dilakukan penentuan usahanya sesuai proposal yang diajukan. Setiap kelompok terdiri dari 10 orang, dan mendapat bantuan sebesar Rp.20 juta perkelompok,” tuturnya. (Afrizal)