MUARO JAMBI (WARTANEWS.CO) – Ketua Lembaga Adat Melayu (LAM) Jambi Kabupaten Muaro Jambi, Datuk Amrullah,S.Ag,MM mengungkapkan selama ini, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Kabupaten Muaro Jambi sangat mendukung pemberlakukan peraturan adat di ‘Bumi Sailun Salimbai’ melalui penguatan ketentuan peraturan nasional yang mengatur tentang penguatan kelembagaan adat di masyarakat desa, khususnya di seluruh wilayah Kabupaten Muaro Jambi sekarang ini.
Salah satu dukungan Pemerintah Pusat dan Pemda yakni mengenai ketentuan nasional yang diimplementasikan ke dalam ketentuan peraturan perundang-undangan berlaku, masing-masing yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2018 Tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa (LKD) dan Lembaga Adat Desa (LAD).
“Tahun 2020 ini, kita dari Lembaga Adat Melayu (LAM) Jambi Kabupaten Muaro Jambi, sedang menyiapkan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Kabupaten Muaro Jambi Tentang LAM Jambi Kabupaten Muaro Jambi,” ungkapnya menjawab Wartanews belum lama ini.
Datuk Amrullah, juga saat ini menjabat Sekretaris Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Pemerintah Kabupaten Muaro Jambi, kembali menegaskan, menurutnya bahwa ketentuan adat sangat sakral sehingga diperlukan untuk dilaksanakan di sebuah desa mengenai aturan adat berikut Sanksi Adat bagi yang melanggar ketentuan adat tersebut, melalui Musyawarah Adat yang melibatkan unsur-unsur penting dalam kelompok masyarakat adat desa.
“Macam-macam jenis ‘dendo adat’ di desa ini, sesuai dengan situasi dan kondisi yang terjadi di desa setempat, yang diputuskan melalui Musyawarah Adat Desa, melibatkan para Tetuo Tenganai, Ninik Mamak, Pemangku Adat dalam hal ini langsung dijabat oleh Kepala Desa (Kades), Tokoh Pemuda, Kepala Dusun (Kadus), dan Ketua Rukun Tetangga (RT).
Mereka-mereka inilah, yang bermusyawarah untuk melaksanakan ketentuan dan aturan adat di desanya, serta bermusyawarah untuk memutuskan bentuk pelanggaran adat berikut Sanksi Adat bagi pelanggarnya. Karena bila terjadi pelanggaran aturan adat di sebuah desa tersebut, maka yang bertanggung jawab berada di LAD dan Kades, sesuai dengan tingkat permasalahan,” paparnya.
Ditambahkan pihak LAM Jambi Kabupaten Muaro Jambi menghimbau kepada kepala desa beserta jajaran perangkat aparatur desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) untuk membuat aturan adat, dalam bentuk Peraturan Desa (Perdes) sebagai pedoman bagi desa sesuai ketentuan dan peraturan adat yang berlaku di desa.
“Mereka bermusyawarahlah, untuk membuat Perdes mengenai aturan adat desa, dan perdes tersebut sebagai pedoman bagi desa untuk melaksanakan adat di desanya,” ujarnya.
Lanjut dia menegaskan kedepannya, sebut Datuk Amrullah bahwa LAM Jambi Kabupaten Mauro Jambi akan membuat sebuah buku tentang Pedoman Adat Sailun Salimbai dalam program kerja lima tahun periodesasi kepemimpinannya sebagai Ketua LAM Jambi Kabupaten Muaro Jambi masa bakti 2018-2023.
“Ya, kita dari pihak Lembaga Adat Melayu (LAM) Jambi Kabupaten Muaro Jambi, akan membuat Buku tentang Pedoman Adat Sailun Salimbai,” ungkapnya kepada media online ini.
Macam Pelanggaran dan Sanksi Adat
Ketua LAM Jambi Kabupaten Muaro Jambi, Datuk Amrullah menyebutkan macam ragam bentuk pelanggaran adat, yang banyak kerap terjadi di desa, salah satunya yang dia soroti adalah bentuk Sanksi Adat soal perilaku Zinah, yakni selingkuh mesum yang dilakukan bukan oleh pasangan suami-istri (pasutri) yang sah menurut hukum dan norma Agama.
Perilaku Zinah, menurutnya sangat ditentang norma Agama dan adat yang berlaku di ‘Bumi Sailun Salimbai’ sehingga perlu ketegasan dalam melaksanakan ketentuan aturan adat tersebut, yakni pemberian sanksi hukum yang tegas berupa ‘Adat Cuci Kampung’ kepada yang melanggarnya.
“Adat Cuci Kampung terhadap pelaku pasangan Zinah ini, adalah aturan adat yang berlaku di Bumi Sailun Salimbai. Pelanggaran terhadap aturan adat ini, mereka yang berbuat Zinah tersebut, melakukan ‘Adat Cuci Kampung’ di desa tersebut. Yangmana desa tersebut, yang ditimpa oleh perilaku mereka yang sangat berdosa itu, dan juga sangat dilarang oleh Allah SWT tersebut, harus diputuskan dengan dendo adat.
Adapun ‘dendo adatnyo’ yakni pelaku pasangan Zinah tersebut, diwajibkan memberikan Kambing atau Kerbau untuk melaksanakan Do’a Tolak Bala di desa tersebut, dan keputusan adat desa tersebut sesuai hasil keputusan Musyawarah Adat Desa setempat, melibatkan para unsur-unsur tokoh masyarakat desa di dalam Lembaga Adat Desa (LAD). Kalo dendo adatnyo adalah dendo potong Kambing, potong Kambinglah. Begitu jugo sebaliknyo. Kalo dendo adatnyo potong Kerbau, maka potong Kerbaulah,” paparnya.
Selanjutnya, kata Datuk Amrullah, sanksi adat juga tidak semuanya berupa barang kepada pelanggarnya. Tetapi ada juga, berupa uang sebagai pengganti denda adat sesuai tingkat kesalahan dan permasalahan yang terjadi.
“Contoh kebiasaan yang banyak terjadi, yaitu biso dengan ‘Sirih Pinang’. Contoh pemberian Sirih Pinang ini, sebagai ungkapan permintaan maaf dari seseorang atau (mewakili) Keluargo Besarnyo. Biasa terjadi umumnya bagi orang Melayu Jambi disini, dan biasanya sering terjadi karena sebuah perkelahian, maka wajib mengantar Sirih Pinang untuk meminta maaf.
Disano ado yang luko, maka dendo adatnyo yakni dendo ‘Pampas’ wajib diobati si korban yang luko tadi. Adat disiko ini, Dipampas artinyo diobati, bila ado yang luko akibat perkelahian,” urainya. (Afrizal)