Jambi (WARTANEWS.CO) –
Direktur Reskrimum Polda Jambi Kombes Pol Andri Ananta Yudhistira menjelaskan perkembangan kasus pembegalan yang menyebabkan korban jiwa di Kabupaten Tanjung Jabung Barat (Tanjabbar). Penjelasan dilakukan di konferensi pers yang turut menghadirkan Fajar selaku dokter IGD RSUD Tanjabbar, Setia Betaria Aritonang selaku pemeriksa Puslabfor Bareskrim Polri serta dihadirkan ahli hukum yang menjabat ketua Prodi Pasca Sarjana Magister Hukum UMSU DR Alpi Sahari. Hadir juga Kabid Humas Polda Jambi Kombes Pol Mulia Prianto dan Kapolres Tanjabbar AKBP Agung Basuki.
Diketahui, peristiwa terjadi di Jalan STUD, Desa Taman Raja, Kecamatan Kuala Tungkal, Tanjab Barat, pada Selasa (30/4/2024) sekitar pukul 22.30 WIB. Korban jiwa adalah inisial E dan diamankan terduga pelaku inisial FH sebagai tersangka. Namun belakangan berdasarkan penyelidikan dengan memeriksa para saksi dan barang bukti, terdapat fakta yang justru mengarah kepada aksi FH melakukan pembelaan diri.
Dijelaskan Andri Ananta Yudhistira, bahwa kejadian berawal FH berboncengan sepeda motor dengan adiknya inisial LH dan dicegat oleh E dan H. Kedua orang yakni E dan H mencoba memalak uang. Karena uang tidak ada, akhirnya handphone yang diambil dengan cara memaksa dan juga memukuli FH dan LH.
“Dalam posisi itulah saudara FH melihat adiknya LH dipukuli, FH melakukan perlawanan kepada saudara E. Setelah itu saudara E mengeluarkan senjata tajam dan mencoba melukai dan akhirnya terlukalah saudara FH di tangan bagian kiri karena mencoba menangkis dari serangan dilakukan saudara E,” jelas Andri di lantai 3 gedung Siginjai Mapolda Jambi, Minggu (12/5/2024).
“Setelah terluka, saudara FH mengambil senjata tajam yang ada di dalam kendaraannya yang disimpan dalam jok kendaraan. Kami sudah melakukan penyelidikan bahwa keseharian saudara FH merupakan pekerja di perkebunan yang memang biasa membawa senjata tajam untuk bekerja.”
“Setelah FH mengambil senjata tajam, kembali diserang oleh saudara E. Saudara FH langsung menendang saudara E dan tersungkur. Lalu kesempatan itu saudara FH mengambil senjata tajam yang ada di motornya. Dengan posisi senjata tersebut masih utuh antara pisaunya, gagang dan sarungnya itu masih utuh, dikeluarkan dari sarungnya. Saat saudara E kembali melakukan penyerangan, akhirnya saudara FH melakukan percobaan pembelaan dengan menusuk bagian badan saudara E,” jelas Andri Ananta Yudhistira.
Kemudian FH melihat adiknya dianiaya oleh H dan melakukan pertolongan. Usai berhasil menyelamatkan adiknya, mereka pun kabur meninggalkan lokasi kejadian. Sebelum kabur, FH membuang pisau yang sudah tak utuh karena terlepas dari gagangnya. Aksi kabur keduanya dilakukan karena melihat H berusaha meminta bantuan kawannya yang ada di STUD.
Tak jauh dari TKP, FH dan LH berhenti di SPBU. FH diketahui buang air kecil, sementara LH menunggu di motor. Ditambahkan Andri Ananta Yudhistira, saksi yang juga satpam SPBU bernama Nanda sempat curiga dengan LH. Pasalnya, di motor terlihat ada bercak darah. Terlebih, saksi juga sudah mendapat kabar terkait peristiwa sebelumnya. Tak sempat banyak bertanya, FH dan LH lalu meninggalkan SPBU.
“Kenapa kami harus menyampaikan, ini penting bagi kami untuk mengetahui kondisi bagaimana kejadian itu terjadi. Keterangan itu sangat penting untuk kami uji nantinya. Apa yang menjadi keterangan saudara Nanda dengan melihat darah di kendaraan tersebut. Dan perlu digarisbawahi apa yang dilakukan saudara FH saat sudah terluka.”
“Itu menjadi penting buat kami, karena kami sebagai penyidik dalam melakukan penyidikan, yang pertama yang jelas harus profesional dan kedua kami harus mengedepankan Scientific Crime Investigation, investigasi yang mendalam terhadap perkara ini. Ini penting untuk mengungkap sebelum kejadian penganiayaan tersebut apa yang terjadi, sama apa yang kita dapatkan keterangan dari tersangka. Itu kronologis yang kami dapat sampaikan,” urai Andri Ananta Yudhistira.
Berdasarkan fakta yang ditemukan dari saksi dan bukti, maka perkara ini akan dihentikan. Dimana, ditemukan fakta menguatkan bahwa FH justru melakukan pembelaan diri. Penghentian perkara akan dilakukan lewat gelar perkara oleh Ditreskrimum dan Polres Tanjabbar dengan merekonstruksi pasal 49 yakni tentang pembelaan diri.
“Bagaimana saudara FH melakukan pembelaan bukan hanya dari keterangan tersangka (FH) saja, tapi semua bukti yang sudah kita miliki dan keterangan-keterangan yang sudah kita dapatkan. Maka merekonstruksinya adalah pasal 49 dan itu diatur. Kembali lagi, untuk memberikan sebuah keadilan dan kepastian hukum, besok kami akan melaksanakan gelar (perkara) untuk menghentikan perkara dan kami akan mempertanggungjawabkan itu.”
“Ini bentuk tanggung jawab Kami sebagai penyidik. Kami sudah berusaha untuk profesional dalam penanganan kasus yang dilakukan prosesnya oleh rekan-rekan dari Polres Tanjung Jabung Barat. Tidak mudah untuk merekonstruksikan pasal 49, baik ayat 1 maupun ayat 2. Ini dibutuhkan kerja keras dari penyidik, rekan-rekan dari penyidik Polres yang memulai untuk memproses Pasal 351 dan juga bekerja siang dan malam untuk bisa merekonstruksikan pasal 49 yang sudah dicantumkan dalam KUHP sebuah pembelaan dari saudara FH,” jelas Andri Ananta Yudhistira. (Lan)