MUARO JAMBI (WARTANEWS.CO) – Situs Candi Pematang Jering, situs candi agama Budha di Desa Pematang Jering, Kecamatan Jambi Luar Kota (Jaluko), Kabupaten Muaro Jambi kini hanya semata-mata sebuah kawasan Cagar Budaya yang dilindungi saja tanpa ada gejala aktivitas kreasi adat, inovasi dan pentas olah seni kreatifitas budaya masyarakat asli setempat yang memberikan corak ragam yang khas oleh sebuah memori (ingatan) dari perjalanan rekam jejak sejarah yang begitu agung melalui peradaban tinggi sebuah tradisi kehidupan para leluhur di masa lalu dalam proses sejarah yang teramat panjang diatas muka Bumi ini, yang patut digali untuk ditelusuri dan patut diketahui oleh publik luas justru masih tetap misteri sampai sekarang.
Padahal banyak hal positif dapat diperoleh dengan adanya potensi keberadaan peninggalan purbakala situs candi agama Budha tersebut.Yang mana dapat berdampak terhadap segala aktivitas warga Pematang Jering dan kemajuan desanya dari sisi politik, sosial ekonomi, daya tarik dunia pariwisata dan aset budaya di Nusantara, serta keteguhan atas penerapan nilai-nilai luhur dan adat istiadat yang berlaku masih terus terpelihara dan dipertahankan hingga sekarang.
Kemudian mampu memberikan apresiasi Global dengan segala potensi dimiliki Desa Pematang Jering dan wilayah Jaluko kedepannya melalui perhatian dan kepedulian para pemangku kepentingan (stakeholder) terkait.
Bahkan pelibatan aktif oleh jejaring komunitas sadar wisata dan perhatian masyarakat nasional/internasional yang aktif peduli bagi pelestarian keberadaan situs candi purbakala di tanah air sehingga mempunyai daya tarik wisata yang unik dan ikonik yang mampu mengundang kekaguman pelancong dan peneliti mancanegara.
Diceritakan Gawi (52). Juru Pelihara yang dipercaya menjaga situs Candi Pematang Jering oleh pihak terkait dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia pada Direktorat Jenderal Kebudayaan-Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Provinsi Jambi (Wilayah Kerja Provinsi Jambi, Provinsi Sumatera Selatan, Provinsi Bengkulu dan Provinsi Kepulauan Bangka-Belitung), awal penemuan situs Candi Pematang Jering pada 1991 yang muncul di lokasi kebon Karet milik mertuanya, (Alm) Ibrahim, Ayah kandung dari istri tercintanya, Rusmita.
”Tahun 1991, ditemukan (berupa) tumpukan batu-batu (sebuah) candi, ditengah-tengah lahan kebon Karet milik almarhum Mertua saya, dan lalu dipugar dan dilindungi oleh Pemerintah sebagai situs Cagar Budaya,” ungkapnya, Selasa (26/10/2021).
Sebelum ditemukan masih tertutup tanah, bebernya yang berada di atas lahan kebun milik mertuanya ini, yang merupakan lahan kebun sayur-sayuran, terong dan cabe saat itu. Justru awal penemuan adanya tumpukkan batu-batu candi tersebut, katanya, ditemukan persis berada di lahan kebun tanaman cabe yang ditanam oleh (Alm) Ibrahim selama ini. “Posisinya ditengah-tengah,” ujarnya.
Ditambahkan adapun luas lokasi temuan situs Candi Pematang Jering yang ditemukan di Dusun Kelulut, Desa Pematang Jering, Kecamatan Jaluko yang kini menjadi Cagar Budaya yang dilindungi oleh Pemerintah Pusat tersebut, yakni panjang 45 meter, dengan lebar 25 meter.
“Luas seluruhnya yaitu 1.125 meter persegi, yang telah dipagari besi oleh Kantor Balai Cagar Budaya Provinsi Jambi, dan dilarang keras untuk memasuki situs tersebut. Pengunjung hanya dibolehkan melihat dari luar pagar saja,” tegas Gawi, yang dipercaya menjadi Juru Pelihara Situs Candi Pematang Jering sejak 1995 sampai sekarang, dan diakuinya bahwa dia telah diangkat menjadi pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN) pada 2007 lalu.
Sebagai petugas Juru Pelihara Situs Candi Pematang Jering selama ini, sebutnya, disamping tugas rutinnya menjaga situs candi perlindungan cagar budaya ini setiap hari sejak pagi hari pukul 07.30-16.30 WIB, juga dia acapkali memotong rumput, merapikan kembang dan bunga-bunga yang banyak tumbuh di sekitar lokasi situs, serta mencabut rumput yang sering tumbuh di atas tumpukan batu-batu candi hingga bersih.
“Pengunjung yang datang kesini, ada saja setiap harinya. Tapi yang sering berkunjung, pada umumnya pelajar dan mahasiswa, juga kunjungan rutin petugas dari Balai (maksudnya adalah Kantor Balai Cagar Budaya Provinsi Jambi di Kota Jambi) yang mengawasi dan memantau,” paparnya.
Diakhir obrolan sebagai warga desa yang sudah lama tinggal di RT 7, Dusun Kelulut, Desa Pematang Jering ini. Gawi pun berharap adanya perhatian dari pemerintah desa serta Pemda Kabupaten Muaro Jambi maupun Provinsi Jambi untuk membuat sebuah taman yang bagus beserta fasilitas penunjang bagi pengunjung yang datang, seperti tempat duduk sekaligus dapat untuk berteduh dari panas dan hujan, atau bangunan Gazebo dan dibuat jalan setapak, toilet, tempat penjaja makanan dan minuman, juga barang-barang souvenir/cinderamata dan oleh-oleh atau cemilan khas Jambi, tempat ibadah seperti Musholla dan lain-lain.
Sayangnya seperti harapan yang disampaikan oleh Gawi itu, memang semuanya faktanya tidak ada sama sekali. Juga infrastruktur fisik jalan pendukung seperti jalan ke lokasi situs masih berupa jalan tanah sertu dan sudah dilakukan pengerasan tetapi belum diaspal yang merupakan jalan wilayah kabupaten.
Ditambah lagi keindahan alam khas pedesaan dengan jejeran pohon-pohon Karet yang menjulang tinggi banyak dijumpai disini, dan tidak jauh dari lokasi situs Candi Pematang Jering disana nampak pesona Danau Gatal, yang penuh misteri. (Afrizal)