KERINCI (WARTANEWS.CO) – Pada tahun 2018 telah terjadi kebakaran hutan dan lahan perkebunan warga dalam Kota Sungai penuh dan Kabupaten Kerinci seluas 288,5 Hektar. Bahkan api sudah merambat sampai ke kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) dan Hutan Produksi.
Berdasarkan data laporan kejadian kebakaran hutan dan lahan di Kabuaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh, tahun 2018, bulan Januari 122 hektar hutan dan lahan terbakar. Lokasi masing-masing Desa Sumur Jauh seluas 14 hektar, Desa Pancura Tiga 23 hektar , Renah Kayu Embun 25 Hektar. Ulu Air dan Sandaran Galeh 35 hektar.
Talang Lindung 5 hektar, Tanjung Pauh Hilir 5 hektar, Bukit Setiong 3 hektar, Masgo 10 hektar, hutan lahan Desa Aur Duri 2 hektar. Dengan kerugian mencapai Rp 65,6 juta.
Untuk bulan Februari hingga tanggal 7, tercatat 83,5 hektar. Masing-masing terjadi di Desa Sandaran Galeh 3 hektar, Tanjung Pauh Hilir 3,5 hektar, Renah Kayu Embun 5 hektar, paling besar terjadi di desa Air Hangat Barat luas lahan yang terbakar 45 hektar, kerugian ditaksir ratusan juta rupiah.
“Kebakaran hutan dan lahan ini dapat dipadamkan dengan Tim Satgas Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (Dalkarhutla), dibantu pihak TNI dan masyarakat lainnya.Dengan tindakan yang dilakukan dengan berkoordinasi dengan TNI membuahkan hasil sehingga api dapat di padamkan,” ungkap Neneng Susanti Kepala KPHP Kerinci Unit 1.
Kejadian kebakaran hutan dan lahan ini murni dari kelalaian masyarakat membuka lahan dengan membakar, hal ini dibuktikan dengan adanya penemuan barang bukti berupa Bahan Bakar jenis bensin dilahan yang terbakar oleh Satuan Tugas Pengendalian Kebakaran Hutan dan lahan KPHP kerinci Unit 1.
Kebakaran hutan dan lahan yang sengaja di bakar. Hutan sekitarnya yang menjadi korban amukan si jago merah. “Meskipun kobaran api yang besar dapat di padamkan kejadian ini tetap saja memberikan dampak kerugian bagi petani disekitarnya. Buktinya kebakaran yang terjadi belum genap dua bulan telah membuat petani merugi ratusan juta rupiah. Jangan lagi membuka lahan dengan cara membakar, karena hal ini sangat merugikan petani, ” ungkap Neneng Susanti. (Azmal Fahdi)